الثلاثاء، 19 فبراير 2013

Manfaat ASI Eksklusif


Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima, disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. SDM berkualitas tidak akan tercipta jika tidak dimulai sedini mungkin, salah satu hal yag dapat meningkatkan SDM adalah pemberian makanan yang berkualitas seperti pemberian ASI secara eksklusif. ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal yang paling sempurna bagi bayi hingga usia 6 bulan. ASI cukup mengandung zat gizi yang dibutuhkan bayi. Kandungan zat gizi ASI yang sempurna membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi, tentu saja makanan ibu harus bergizi guna mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI (Arif, 2009). Anak adalah buah hati yang senantiasa didambakan setiap pasangan. Memiliki anak yang sehat dan tumbuh optimal merupakan tujuan orang tua dimanapun. Masa bayi antara usia 0-12 bulan, merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena itu, masa ini merupakan kesempatan yang baik bagi orang tua untuk mengupayakan tumbuh kembang anak secara optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan orang tua untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pola asuh makan yang baik (Mutiara & Ruslianti, 2007).

Tubuh anak membutuhkan zat gizi yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Asupan zat gizi yang baik dapat diupayakan dengan memberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan (Mutiara & Ruslianti, 2007). Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, terutama pada bulan-bulan pertama hidupnya. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi yang diperlukan (Pudjiadi, 2001).

ASI juga mempunyai nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat manusia ataupun susu hewan, seperti susu sapi, susu kerbau, dan lain-lainnya. Air Susu Ibu sangat menguntungkan ditinjau dari berbagai segi, baik segi gizi, kesehatan, ekonomi, maupun sosiopsikologis. Bayi yang tidak dapat cukup ASI akan terganggu pertumbuhan dan kesehatannya (Suhardjo, 2001).

World Health Organization (WHO) Tahun 2002 dalam Depkes (2005), pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui ASI bagi bayi dengan ASI eksklusif. Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI eksklusif. Selain itu Bank Dunia (World Bank) Tahun 2006 mengemukakan bahwa upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan didasarkan bahwa gizi kurang pada anak usia kurang dari 2 tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas, dan dampak ini sebagian besar tidak dapat diperbaiki.

Menyikapi permasalahan pentingnya pemberian ASI bagi bayi, pemerintah Indonesia telah menggalakkan program pemberian ASI Esklusif sejak tahun 1990 yang dikenal dengan Gerakan Nasional Peningkatan Air Susu Ibu (PP-ASI). Sehubungan dengan itu telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian ASI secara eksklusif pada bayi Indonesia (Depkes RI, 2005).

Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI Eksklusif, angka pemberian ASI Eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI Eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi.

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, hanya 32 persen bayi dibawah 6 bulan yang memperoleh ASI eksklusif. Angka ini sudah mengalami penurunan dibanding persentase SDKI tahun 2003. Sementara itu, data terbaru dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 semakin mengejutkan dengan kian menyusutnya jumlah bayi yang memperoleh ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen.

Di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) tahun 2010 cakupan ASI eksklusif hanya 45% dan inisiasi ASI hanya 10% sedangkan untuk Kota Banda Aceh cakupan ASI eksklusif 39% dan inisiasi ASI sekitar 8%.

Banyak faktor yang mempengaruhi seorang ibu dalam menyusui secara eksklusif kepada bayinya, beberapa penelitian yang telah dilakukan di daerah perkotaan maupun perdesaan di Indonesia dan negara berkembang lainnya, menunjukan bahwa faktor sistem dukungan, pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI secara eksklusif, promosi susu formula dan makanan tambahan mempunyai pengaruh terhadap praktek pernberian ASI eksklusif itu sendiri. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun positif dalam memperlancar pemberian ASI eksklusif (Santosa, 2004).

Adapun faktor lain mempengaruhi pemberian ASI adalah faktor sosial budaya ekonomi (pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga dan status kerja ibu), faktor psikologis (takut kehilangan daya tarik sebagai wanita, tekanan batin), faktor fisik ibu (ibu yang sakit, misainya mastitis, dan sebagainya), faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI eksklusif (Soetjiningsih). Sementara menurut Utami Roesli (2004), mengungkapkan bahwa fenomena kurangnya pemberian ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang pemberian ASI eksklusif, serta kesibukan ibu dalam melakukan pekerjaanya dan singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh pemerintah terhadap ibu yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak berhasil menyusui secara eksklusif.